Moderasi Beragama Ala Muhammadiyah
Oleh: Hanif Amrin Rasyada (Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman PK IMM FAST UAD)
Islam adalah agama yang paling mulia di sisi Allah sesuai firman-Nya dalam Al Qur’an. Islam yang Rasulullah ﷺ bawa adalah nilai Islam Wasathiyyah yang ummatan wasathan sebagai dasar agama di tengah pluralitas agama dan keberagaman. Islam bukan bagian dari ideologi, sebab itu datangnya dari nilai teologi. Meskipun syariat Islam digunakan sebagai pedoman ideologi yang dikenal sebagai Islamisme, istilah ini sering dianggap merepresentasikan ideologi agama Islam yang tegas, keras, dan tidak mengenal kompromi. Situasi sosial masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang unik, berbeda dari negara-negara di Timur Tengah, Eropa Barat, maupun Amerika Latin. Hal ini dipengaruhi oleh sejarah sosiologisnya yang dibentuk oleh pengalaman penjajahan kolonial dan imperialisme. Akibatnya, spiritualitas dan religiusitas masyarakat cenderung bersikap lebih sabar, meskipun mereka juga memiliki semangat juang yang kuat, khususnya dalam konteks jihad melawan penjajah, yang pada akhirnya membawa kemerdekaan di tengah situasi global yang dilanda perang.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang telah berdiri sejak masa Hindia Belanda, bahkan sebelum era revolusi Indonesia, dan terus berkembang hingga memasuki abad keduanya. Pada awalnya, K.H. Ahmad Dahlan, sekaligus pendirinya, dianggap sebagai seorang alim yang menyimpang karena pandangannya yang berbeda dari para pemuka agama pada zamannya. Namun, gaya beragama Ahmad Dahlan sangat elegan, egaliter, bijaksana, tenang, dan penuh kecerdasan. Ia mampu berinteraksi dengan baik, baik dengan pihak berkuasa, partai politik, organisasi lain, masyarakat, maupun umat Muslim. Pandangan tajdid (pembaruan) yang ia bawa merupakan bagian dari moderasi beragama yang autentik pada masanya, tanpa terjebak dalam perbedaan-perbedaan yang ada. Meski dakwahnya sering dianggap sebagai gerakan TBC (Takhayul, Bid'ah, Churafat), Ahmad Dahlan tetap mampu menjalankannya dengan cara yang cerdas, bijaksana, dan penuh realisasi. Bahkan, ia dikenal mampu menjalin hubungan baik dengan pemuka agama lain, tanpa menggoyahkan keimanannya ataupun semangat dakwah Muhammadiyah. Ini hanyalah sekelumit kisahnya, karena kehidupan K.H. Ahmad Dahlan begitu humanis dan religius jika dituliskan secara mendalam.
Moderasi beragama Muhammadiyah memiliki pandangan yang sedikit berbeda dibandingkan perspektif lain. Di Indonesia, masyarakat sudah terbiasa dengan toleransi antar agama dan suku, namun situasi kontemporer menjadi berbeda akibat munculnya radikalisme, terorisme, dan ekstremisme yang lebih berakar pada politik kekuasaan daripada agama. Muhammadiyah menekankan nilai-nilai Taawun (gotong royong), Tasamuh (toleransi), dan Tafahum (pemahaman) dalam berbagai aspek kehidupan, seperti agama, sosial, politik, dan pendidikan. Taawun berarti membantu bangsa untuk mencapai kemaslahatan, Tasamuh terlihat dalam amal usaha Muhammadiyah yang inklusif, dan Tafahum mencerminkan pemahaman mendalam Muhammadiyah tentang sejarah, kerukunan, dan kemanusiaan.
Moderasi beragama Muhammadiyah mengusung nilai Islam rahmatan lil alamin dengan fokus mencerdaskan dan mencerahkan umat manusia. Sikap toleransi Muhammadiyah tidak bersifat arogan atau intoleran, melainkan sebagai gerakan wasathiyyatul Islam yang moderat, dengan tetap menjaga tajdid, purifikasi, dan dinamika kehidupan. Kerukunan beragama dijaga dengan menghindari isu SARA secara bijak. Meskipun moderasi agama adalah pendekatan keagamaan kontemporer, sering kali muncul polemik karena perbedaan antara teori dan praktik, yang kerap dipolitisasi dan sarat kepentingan dalam diskursus publik.
Sebagai organisasi yang membawa nilai-nilai untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tentu Moderasi beragama Muhammadiyah itu lebih bersifat pada islam berkemajuan yang mencerahkan dan mencerdaskan. Bukan justru sebaliknya sebagai modeasi agama yang malah meredupkan dan menjatuhkan antar satu dengan yang lainnya akibat saling tuding dalam ranah konteks pembenaran tunggal atau pembenaran otoritatif. Sebagai penggerak berkemajuan dan ssbagai pengikut sang pencerah umat, mengamalkan sikap Moderasi beragama Muhammadiyah itu tentunya dengan nilai islam rahmatan Lil alamin yang mengedepankan uswatun hasanah dan akhlakul karimah. Tidak perlu merasa paling benar, tidak pula memaksakan pembenaran dan tidak usah pula mencari banyaknya jumlah massa dalam kebenaran. Sebab nilai toleransi yang tasamuh di Muhammadiyah itu sudah sangat profetik dan otentik tanpa harus dipoles dengan citra agama ramah, agama bener atau apapun itu. Karena sejatinya hidup itu mencari ridho Allah semata dan berusaha menjadi insan bertakwa, yang berharap kelak masuk ke dalam jannah Nya.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow